Logika Jenggot Mengurangi Kecerdasan (Memahami Ustadz Said Aqil Versi Parodi)

Logika Jenggot Mengurangi Kecerdasan (Memahami Ustadz Said Aqil Versi Parodi) menjadi sajian menarik hari ini buat kalian yang memang sedang mencari informasi berhubungan dengan berita dengan judul Logika Jenggot Mengurangi Kecerdasan (Memahami Ustadz Said Aqil Versi Parodi) dalam kategori kalian bisa melihat lengkap dibawah ini. Logika Jenggot Mengurangi Kecerdasan (Memahami Ustadz Said Aqil Versi
Parodi)
. Kamu wajib sering belajar buat mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka karena penjelasan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan terpilih internal membaca share terbaru.
Wartaislami.Com ~ Di masjid dekat rumah Siti, putra-putra muda yang bersemangat mengikuti pengajian sekaligus kegiatan-kegiatan keagamaan, atau yang biasa dikenal selaku tiba dewasa masjid terpecah menjelma dua golongan. Uniknya, pemecahnya ternyata hanya gara-gara sepele: jenggot. Penyebabnya jujur rekaman ceramah dari seorang tokoh agama yang terkenal cerdas, lulusan luar negeri serta amat populer selaku tokoh agama di kampung Siti. Ustadz Aqil, tokoh agama itu, berkata bahwa memelihara jenggot itu menurunkan tingkat kecerdasan.
“Coba lihat tuh, orang-orang yang pada jenggotan, mereka jadi nggak bisa berpikir logis. Otaknya ditarik jenggot, jadi nggak bisa mikir lagi. Bawaannya fanatik melulu,” seru Ustadz Aqil.
Anak-putra tiba dewasa masjid gempar. Badruddin, ketua tiba dewasa masjid yang jenggotnya selama ini paling panjang, tentu ngamuk-ngamuk. Sambil menyantap nasi liwet buatan Siti saat sarapan pagi, pemuda itu ngudarasa. “Enak saja Pak Aqil bilang begitu. Jenggot itu sunnah Rasulullah, tahu! Dia itu sudah melecehkan Rasulullah. Aku tiada terima! Namanya saja Aqil, tapi kelakuannya tengil.”
“Ealah, Din, mbokyao kamu ini sabar… siapa tahu Pak Aqil itu hanya bercanda. Lagipula, rekaman itu belum tentu milik Pak Aqil. Bisa jadi ada orang yang pengin memecah belah umat di kampung kita,” ujar Siti sambil membungkus seputar nasi liwet pesanan pelanggan. “Jadi orang itu sing sabar, jangan mudah terprovokasi.”
“Tapi Pak Aqil itu yo ajaib-ajaib saja kok pernyataannya. Dia itu memang liberal, sekuler, senangnya bikin pernyataan yang kontroversial. Itu rekaman murni, Ti… lha wong Mas Mulyo yang pakar IT saja setuju bahwa itu suara Pak Aqil.”
“Kayaknya Pak Aqil itu benci banget sama jenggot ya,” ujar Joko, teman Badruddin.
“Mungkin karena jenggot itu ekuivalen karena mukmin fanatik, mukmin garis keras yang suka mengkafir-kafirkan mukmin lainnya,” tebak Siti.
“Ah, mosok…! Kolonel Sanders, Shakespeare, Louis Pasteur, bahkan Sinterklas serta Yesus Kristus juga berjenggot, lho! Nah, siapa bilang jenggot itu hanya dipelihara oleh mukmin fanatik,” kata Joko lagi.
Baca Juga :Humor Kiai serta Pastur
“Kamu betul, Jok! Tuh, Pak Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat yang legendaris, juga berjenggot. Orang-orang Amerika pada ngefans berat sama Pak Lincoln lho. Aku pernah baca, bahwa presiden Amerika Serikat yang paling dicintai rakyatnya cuma ada 3, yaitu George Washington, Abraham Lincoln serta FDR,” Badruddin menguatkan keterangan Joko.
“Aku malah senang karena pernyataan Pak Aqil,” tiba-tiba Pujo, adik Siti nyeletuk. “Selama ini aku diejek teman-teman tiba dewasa masjid gara-gara ndak punya jenggot. Lha aku sudah coba pelihara jenggot, pakai obat penumbuh jenggot segala, tetapi nggak bisa tumbuh jenggotku!” Pujo membelai dagunya yang kelimis.
“Pernah sekali tumbuh jenggot sehelai, eh malah dicabut sama keponakanku sampai keluar darah, lho!” lanjut Pujo. “Dan karena nggak punya jenggot, aku sering dibilang ndak nyunnah, serta sayang nabi, nggak shaleh… wah, nyebelin juga kan?”
Sebuah kendaraan roda dua tiba-tiba berhenti di depan warung nasi liwet Siti. Ternyata Mbak Garsini, guru ngaji Siti. “Siti, minta tolong dibungkuskan lima nasi liwet paket lengkap ya….”
“Wah, kebetulan Mbak Garsini datang, menurut sampeyan, pernyataan Pak Aqil itu bagaimana, Mbak?” tanya Badruddin. Sebagai sosok ustadzah yang sering mengisi pengajian-pengajian di masjid-masjid, Mbak Garsini juga dikenal banyak ilmunya. Meski begitu, Mbak Garsini tiada pernah mau disebut Ustadzah.
“Pernyataan yang mana?” tanya Mbak Garsini.
“Yang soal jenggot itu, lho! Saya benar-benar tersinggung. Masak orang berjenggot dibilang bodoh. Makin panjang jenggotnya makin bodoh.”
“Lha sampeyan merasa sehabis pakai jenggot semakin bodoh nggak?” tanya Mbak Garsini. “Kalau merasa nggak bodoh, ya ngapain dipermasalahkan. Memangnya pernyataan itu bisa ngaruh beneran ke tingkat kecerdasan seseorang? Yang bikin kita bodoh itu ketika malas belajar, malas menuntut ilmu, malas baca… serta mudah terpancing kontroversi, bukan karena soal jenggot.”
MS",sans-serif;">
“Maksud sampeyan, mbak? Lha kan jelas-jelas Pak Aqil ini menghina rasulullah?”
“Walah… kalian seperti ndak tahu bagaimana Pak Aqil itu. Dia memang senang membanyol. Mungkin ia sebenarnya hanya sedang mengkritik teman-teman berjenggot yang suka lebai karena simbol jenggotnya,” balas Pujo. “Kalian itu memang lebai. Aku ini juga korban kelebaikan kalian… lha wong hanya gara-gara tak bisa tumbuh jenggot, aku dibilang antisunnah. Parah! Kalau gini, seterusnya aku nggak bakal berusaha numbuhin jenggot.”
“Mau membanyol atau tiada, Pak Aqil itu melecehkan sunnah!” Badruddin masih tak mau terima.
“Gini aja, Din… kalau sampeyan merasa ucapan Pak Aqil itu mengganggu, mbok sampeyan datang saja ke rumah beliau. Tabayyun—klarifikasi. Tanya aja, apa benar rekaman itu punya Pak Aqil. Terus, kalau benar, maksud beliau itu apa. Terus, kalau memang beliau salah, ya dinasihati karena baik serta lembut. Meski beliau orang pintar, lulusan luar negeri, namanya manusia pasti bisa salah. Bisa kepeleset. Gitu aja kali... Nggak usah kemana-mana mengumbar amarah. Kalau kecil-kecil kita marah, benar-benar kita itu perlu waspada, jangan-jangan pernyataan Pak Aqil itu benar. Orang berjenggot itu banyak yang hilang kecerdasannya. Bukan karena nggak cerdas, tapi karena mudah emosi. Kata Pak Daniel Goleman, selain korteks yang menyimpan logika, manusia juga punya otak primitif yang strukturnya mirip otak reptil. Nah, kalau kita emosi, otak logika itu bakal dibajak emosi, maka otak primitif yang kesimpulannya bekerja. Karena itu, jangan gampang nesu, jangan gampang terpancing emosi. Gitu, Bro!”
“Kok sampeyan malah membela Pak Aqil to?”
“Aku nggak bela siapa-siapa, Din. Aku membela yang menurutku benar. Jenggot itu sunnah nabi. Suamiku juga berjenggot. Ayahku, adikku yang lelaki semua berjenggot. Dan aku senang melihat lelaki berjenggot. Tetapi, mari letakkan jenggot pada tempatnya. Rasulullah menyuruh para lelaki memangkas kumis serta memelihara jenggot, tapi jenggot tiada lantas menjelma simbol kesucian, atau label bahwa si jenggot itu sudah pasti shalih, serta yang nggak jenggot itu nggak shalih. Paham?”
Badruddin angguk-angguk kepala. “Ya… ya, aku ngerti mbak. Ya kadang aku memang suka emosian.”
“Agenda umat itu banyak, sudahlah… jangan dihabiskan hanya buat mikir masalah jenggot. Kalau Pak Aqil salah bicara, semoga beliau menyadari serta segera bertaubat. Tapi kalau itu dipahami selaku sebuah kritik, ayo kita semua yang pro jenggot memungut kebaikannya.”
“Benar mbak, sampeyan benar!”
“Nah, berapa semuanya, Ti?” tanya Mbak Garsini.
“Gratis aja, mbak. Mosok sama guru ngaji kok minta bayaran.”
“Lho, jangan gitu, Ti… kamu kan mengeluarkan modal, jangan digratiskan, nanti kamu bangkrut.”
“Anu mbak…,” tiba-tiba Pujo nyelonong. “Nasi liwetnya gratis, tapi duitnya diganti saja karena obat penumbuh jenggot, ya… kemarin kata Mbak Garsini, suami mbak jualan obat penumbuh jenggot. Nah, aku mau beli.”
“Lho, katanya tadi kamu nggak mau pelihara jenggot,” ujar Siti.
“Ngg… anuu… dipikir-pikir, kalau pakai jenggot itu keren. Kayak Ahmad Dhani itu lho….” Pujo meraih seputar lembar rambut jagung yang menyembul di piring berisi jagung rebus, lalu menempelkan di dagu menggunakan solatip. Sebuah pisang ambon juga ia raih, lalu menjadikannya selaku mikropon serta ia pun bernyanyi mengikuti suara Ahmad Dhani.
Aku bisa membuatmu
Jatuh cinta kepadaku
Meski kau tak cinta kepadaku beri kecil waktu
Biar cinta datang karena telah terbiasa Yeaaah....
Semua yang ada di warung itu pun melongo melihat tingkat Pujo.
( Parodi Siti afifahafra.net) via muslimoderat


Source Article and Picture : www.wartaislami.com





Share :

Facebook Twitter Google+
Back To Top