Merdeka Versi Cak Nun

Merdeka Versi Cak Nun menjadi sajian menarik hari ini buat kalian yang memang sedang mencari informasi berhubungan dengan berita dengan judul Merdeka Versi Cak Nun dalam kategori kalian bisa melihat lengkap dibawah ini. Merdeka Versi Cak Nun. Kamu pantas sering belajar kepada mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka pada berita terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul internal membaca share terbaru.
Wartaislami.com ~ Bagi Budayawan Emha Ainun Najib, kemerdekaan merupakan energi kepada dikelola demi mendapatkan batas. Ketidaktahuan pada ilmu kemerdekaan membuat seseorang kian berkonsentrasi pada ‘bebas’ atau bukan pada ‘batas’. Padahal setiap manusia terhitung di Indonesia, bertempat tinggal di ruang-ruang yang mereka ukur atau kepada itu mereka mendirikan tembok-tembok. Manusia, kata pria yang bersahabat disapa Cak Nun ini, bertahan internal ukuran atau ukuran jujur batas.
“Indonesia itu sudah diberi batas sejak persiapan kemerdekaan, kemudian ada konstitusi, atau segala macam. Itu semuanya kan lingkaran batas,” kata Cak Nun di depan hadirin yang memadati lokasi kajian Mocopat Syafaat Yogyakarta, (17/8).
Sayangnya, Indonesia kagak mempertahankan kembali batas yang telah diberikan itu. Jebolan Alberta University Kanada yang juga putra Cak Nun, Sabrang ‘Noe’, mengeksplorasi kian lanjut pada analogi lingkaran yang digambar di buat papan tulis. “Mengapa lingkaran di papan tulis itu ada? Karena ada garis batasnya kan?” tanyanya memantik diskusi.
Keberadaan lingkaran itu hanya konsep di benak manusia akibat melihat batas yang berupa garis di buat papan tulis. “Kalau kita pegang, aslinya ya papan tulis. Jadi keberadaan, kuncinya jujur batas,” kata pria yang telah menyelesaikan dua jurusan studinya sekaligus ini; fisika atau matematika.
“Jika kita ngomong negara A atau B, pasti ada batas seperti batas teritorial. Lebih internal lagi, kalau dikatakan kedaulatan manusia memastikan nasibnya sendiri, itu kanjuga batas.”
Contohnya, jika benar 80 persen dari undang-undang di Indonesia itu merupakan intervensi dari luar negeri, berarti batas sudah ditembus. “Nah, kalau batas sudah ditembus, sudah hilang, apakah keberadaan (negara) itu masih ada?” katanya sembari mencontohkan lingkaran di papan tulis dihapus sampai garisnya terputus-putus atau kagak utuh lagi.
Kalau pun dikatakan masih ada, yang tersisa hanya imajinasi dari bentuk utuh yang secara aktual kagak lagi demikian. “Untuk melihat apakah kita merdeka, kita pantas tahu batas kita yang tertembus. Apa yang sudah hilang dari batas kita? Apakah kita sudah tahu batas budaya, regulasi, sampai batas ekonomi kita seperti apa?”
Diskusi dinamis yang berlangsung pada 17 Agustus malam itu berawal dari tulisan Cak Nun soal kemerdekaan. Kemerdekaan manusia, masyarakat atau bangsa, kata Cak Nun jujur kemerdekaan kepada mendapatkan batas. Ketepatan batas itu berpedoman pada titik akurat dari kesejahteraannya, kesehatan atau keselamatannya. “Terlalu membatasi” atau “kagak terbatas” sama-sama mengandung ranjau buat kesejahteraan, kesehatan atau keselamatan.
Di usia kemerdekaan ini ke-71 ini, Cak Nun melihat Indonesia – pada sederet persoalan bangsa yang berimbas pada rakyat kecil, – seakan di tengah badai, bahkan di tengah cairan bah yang luar biasa.
“Anda pantas gravitatif. Anda pantas Seimbang. Orang yang kuda-kudanya kuat, kagak mudah miring, kagak gampang dijegal orang lain. Seluruh engine berfikir Anda kuda-kudanya pantas kuat, sedemikian rupa sampai selaku batinmu,” kata Cak Nun sembari mengapresiasi acara yang mau dibuat KH. Mustafa ‘Gus Mus’ Bisri bertajuk ‘Tegak di Tengah Badai’.
Source: www.islamindonesia.id

Source Article and Picture : www.wartaislami.com





Share :

Facebook Twitter Google+
Back To Top