Inilah Kriteria Bid‘ah Dhalalah dan Bid‘ah Hasanah

Inilah Kriteria Bid‘ah Dhalalah dan Bid‘ah Hasanah menjadi sajian menarik hari ini buat kalian yang memang sedang mencari informasi berhubungan dengan berita dengan judul Inilah Kriteria Bid‘ah Dhalalah dan Bid‘ah Hasanah dalam kategori kalian bisa melihat lengkap dibawah ini. Inilah Kriteria Bid‘ah Dhalalah atau Bid‘ah Hasanah. Kamu wajib sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka sambil kabar terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul internal membaca share terbaru.
Assalamu ‘alaikum wr.wb.
Pengasuh rubrik Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Pada Rabu (20/4) siang, aku menyaksikan acara Aswaja TV yang salah satu poin bahasannya yakni adil "Tidak semua bid‘ah itu yakni adil dhalalah (sesat)."
Saya mau menghendaki penjelasan kian lanjut perihal kriteria seseorang boleh membuat bid'ah hasanah. Berikutnya aku mohon diberikan contoh-contoh yang juga bid'ah hasanah. Demikian mohon penjelasannya. Terima kasih. (Sukron Ma'mun)
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman atau pembaca di mana pun berada, semoga selalu dirahmati Allah swt. Pada kesempatan ini kita mencoba melihat hadits-hadits Rasulullah SAW yang berkaitan sambil bid‘ah. Kita mau mengawalinya sambil hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai berikut ini.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي خُطْبَتِهِ: يَحْمَدُ اللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ يَقُولُ: «مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ، إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ»،
Artinya, “Dari Jabir bin Abdullah, ia mengabarkan bahwa Rasulullah SAW internal khothbahnya bertahmid atau memuji Allah SWT. Lalu Rasulullah SAW berkata, ‘Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada yang dapat menyesatkannya. Siapa yang Allah sesatkan jalan hidupnya, maka tiada yang bisa menunjuki orang tersebut ke jalan yang benar. Sungguh, kalimat yang paling benar yakni adil kitab suci. Petunjuk unggul yakni adil petunjuk Nabi Muhammad SAW. seburuk-buruknya perkara itu yakni adil perkara yang diada-adakan. Setiap yang diada-adakan yakni adil bid‘ah. Setiap bid‘ah itu sesat. Setiap kesesatan membimbing orang ke neraka,’” (Lihat Ahmad bin Syu‘aib bin Ali Al-Khurasani, Sunan An-Nasai, Maktab Al-Mathbu‘at Al-Islamiyah, Aleppo, Cetakan Kedua, tahun 1986 M/ 1406 H).
Untuk memahami hadits riwayat An-Nasai, kita perlu menyandingkannya sambil hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan di Shahih Bukhari sebagai berikut.
وقوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وكل بدعة ضلالة" وهو من العام الذي أريد به الخاص بدليل قوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المخرج في "الصحيح": "من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد". وقد ثبت عن الإمام الشافعي قوله: المحدثات من الأمور ضربان أحدهما: ما أحدث يخالف كتاباً أو سنة أو أثراً أو إجماعاً، فهذه البدعة الضلالة. وما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا، فهذه محدثة غير مذمومة. رواه البيهقي في "المدخل".
Artinya, “Ucapan Rasulullah SAW ‘Setiap bid‘ah itu sesat’ secara bahasa berbentuk umum, tapi maksudnya khusus seperti keterangan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan internal Shahih Bukhari, ‘Siapa saja yang mengada-ada di internal urusan kami yang bukan bersumber darinya, maka tertolak’. Riwayat kuat menyebutkan Imam Syafi’i berkata, ‘Perkara yang diada-adakan terbagi dua. Pertama, perkara pertama kali yang bertentangan sambil Al-Quran, Sunah Rasul, pandangan sahabat, atau kesepakatan ulama, ini yang dimaksud bid‘ah sesat. Kedua, perkara pertama kali yang baik-baik tetapi tak bertentangan sambil sumber-sumber hukum tersebut, yakni adil bid‘ah yang tak tercela,’” (Lihat Al-Baihaqi internal Al-Madkhal, Halaman 206).
Imam Syafi’i internal keterangan di bagi jelas membuat polarisasi jarak bid‘ah yang tercela menurut syara’ atau bid‘ah yang tak masuk kategori sesat. Pandangan Imam Syafi’i kemudian dipertegas oleh ulama Madzhab Hanbali, Ibnu Rajab Al-Hanbali sebagai berikut.
وقال الحافظ ابن رجب الحنبلي: والمرادُ بالبدعة: ما أحدث مما لا أصل له في الشريعة يَدُل عليه، أما ما كان له أصل من الشرع يدل عليه، فليس ببدعة شرعاً، وإن كان بدعة لغة.
Artinya, “Ibnu Rajab Al-Hanbali mengabarkan, ‘Yang dimaksud bid‘ah sesat itu yakni adil perkara pertama kali yang tak ada sumber syariah sebagai dalilnya. Sedangkan perkara pertama kali yang bersumber dari syariah sebagai dalilnya, tak juga kategori bid‘ah menurut syara’/agama meskipun masuk kategori bid‘ah menurut bahasa,’” (Lihat Ibnu Rajab Al-Hanbali pada Syarah Shahih Bukhari).
Perihal hadits Rasulullah SAW itu, Guru Besar Hadits atau Ulumul Hadits Fakultas Syariah Universitas Damaskus Syekh Mushtofa Diyeb Al-Bugha membuat catatan singkat berikut ini.
(أحدث) اخترع. (أمرنا هذا) ديننا هذا وهو الإسلام. (ما ليس فيه) مما لا يوجد في الكتاب أو السنة ولا يندرج تحت حكم فيهما أو يتعارض مع أحكامها وفي بعض النسخ (ما ليس منه). (رد) باطل ومردود لا يعتد به]
Artinya, “Siapa saja yang mengada-ada (membuat hal pertama kali) di internal urusan (agama) kami (agama Islam) yang bukan bersumber darinya (tak terdapat internal Al-Quran atau sunah, tak berlindung di bawah payung hukum keduanya atau bertolak belakang sambil hukumnya), maka tertolak (batil, ditolak, tak diperhitungkan),’ (Lihat Ta’liq Syekh Mushtofa Diyeb Al-Bugha pada Jamius Shahih Al-Bukhari, Daru Tauqin Najah, Cetakan Pertama 1422 H, Juz IX).
Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam, ulama madzhab Syafi’i era 7 H kemudian membuat rincian kian detail perihal bid‘ah beserta contohnya seperti keterangan sebagai berikut.
الْبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَصْرِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -. وَهِيَ مُنْقَسِمَةٌ إلَى: بِدْعَةٍ وَاجِبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُحَرَّمَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَنْدُوبَةٍ، وَبِدْعَةٍ مَكْرُوهَةٍ، وَبِدْعَةٍ مُبَاحَةٍ، وَالطَّرِيقُ فِي مَعْرِفَةِ ذَلِكَ أَنْ تُعْرَضَ الْبِدْعَةُ عَلَى قَوَاعِدِ الشَّرِيعَةِ: فَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْإِيجَابِ فَهِيَ وَاجِبَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ التَّحْرِيمِ فَهِيَ مُحَرَّمَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْمَنْدُوبِ فَهِيَ مَنْدُوبَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْمَكْرُوهِ فَهِيَ مَكْرُوهَةٌ، وَإِنْ دَخَلَتْ فِي قَوَاعِدِ الْمُبَاحِ فَهِيَ مُبَاحَةٌ، وَلِلْبِدَعِ الْوَاجِبَةِ أَمْثِلَةٌ.
Artinya, “Bid‘ah yakni adil suatu perbuatan yang tak dijumpai di masa Rasulullah SAW. Bid‘ah itu sendiri terbagi bagi bid‘ah wajib, bid‘ah haram, bid‘ah sunah, bid‘ah makruh, atau bid‘ah mubah. Metode bakal mengategorisasinya yakni adil sambil cara menghadapkan perbuatan bid‘ah yang hendak diidentifikasi pada kaidah hukum syariah. Kalau masuk internal kaidah yang menuntut kewajiban, maka bid‘ah itu masuk kategori bid‘ah wajib. Kalau masuk internal kaidah yang menuntut keharaman, maka bid‘ah itu masuk kategori bid‘ah haram. Kalau masuk internal kaidah yang menuntut kesunahan, maka bid‘ah itu masuk kategori bid‘ah sunah. Kalau masuk internal kaidah yang menuntut kemakruhan, maka bid‘ah itu masuk kategori bid‘ah makruh. Kalau masuk internal kaidah yang menuntut kebolehan, maka bid‘ah itu masuk kategori bid‘ah mubah. Bid‘ah wajib menyimpan sejumlah contoh,” (Lihat Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam As-Salami, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, Darul Kutub Ilmiyah, Beirut, Cetakan kedua, Tahun 2010, Juz II, Halaman 133-134).
Contoh bid‘ah wajib jarak lain mempelajari ilmu nahwu (gramatika Arab) sebagai perangkat bakal memahami Al-Quran atau Hadits, mendokumentasikan kata-kata aneh internal Al-Quran atau Hadits, pembukuan Al-Quran atau Hadits, penulisan ilmu Ushul Fiqh. Sementara contoh bid‘ah haram yakni adil hadirnya madzah Qadariyah, Jabariyah, Murjiah, atau Mujassimah. Contoh yang dianjurkan yakni adil sembahyang tarawih berjamaah, membangun jembatan, membangun sekolah. Contoh bid’ah makruh yakni adil menghias mushhaf sambil emas. Sedangkan contoh bid’ah mubah yakni adil jabat tangan usai sembahyang subuh atau ashar, mengupayakan sandang, pangan, atau papan yang layak atau bagus. Contoh bid‘ah di Indonesia jarak lain peringatan tahlil berikut hitungan hari-harinya, peringatan Isra atau Miraj atau lain sebagainya yang kesemuanya bahkan dianjurkan oleh agama. Contoh-contoh ini dapat dikembangkan sesuai tuntutan kaidah hukumnya seperti diterangkan Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami sambil baik. Semoga pengertian atau pembagian bid‘ah di bagi dapat menurunkan intensitas kontroversi di masyarakat perihal bid‘ah. Kami selalu terbuka internal menangkap saran atau kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb
(Alhafiz Kurniawan) via nu.or.id

Source Article and Picture : www.wartaislami.com





Share :

Facebook Twitter Google+
Back To Top